by

MENGURAI POTENSI & TANTANGAN PERKEBUNAN NASIONAL PASCA COVID 19

Bandung,–Sorotperadilan.com l Terkait perbandingan luasan antara kebun Rakyat dengan perkebunan besar (HGU). Dari luas lahan pekebunan diJabar, kebun rakyat 76% = 366.000 ha, HGU 24 %=156.000 ha. Jadi yang dominan perkebunan milik rakyat, hanya saja mutu dan produktivitasnya lebih rendah dari pada perusahaan besar

Menyangkut kontribusi terhadap kesejahteraan masyarakat sekitar, usaha perkebunan besar bersifat padat karya, bisa menampung tenaga kerja banyak termasuk angkatan kerja non-skill dan pendidikan rendah sekalipun, dapat mengurangi pengangguran dan mencegah urbanisasi. Pada saat harga komoditi rendah, berusaha sedapat mungkin tidak melakukan PHK, membuat perusahaan banyak yang merugi.

Walaupun demikian kewajiban kepada negara, PBB dan pajak lainnya tetap dibayar lunas dan menghasilkan Devisa bagi negara sehingga roda pemerintahan dalam menbangun kesejahteraan rakyat dapat terbantu oleh perusahaan perkebunan besar.

Selain itu multyplier-efect keberadaan perusahaan perkebunan besar yang baik akan mampu menumbuhkan perekonomian masyarakat pedesaan

Re-distribusi lahan asset/ hgu di Jabar dan Banten kepada masyarakat sudah banyak dilakukan sejalan dengan reforma agraria serta penertiban dan pendayagunaan tanah yang dianggap terlantar, namun karena tidak dilengkapi infra struktur aturan dan pembinaan petani, lahan yang diterima petani hanya menjadi lahan kosong karena keterbatasan para petani dalam mengelola usaha perkebunan, baik menyangkut keterampilannya apalagi menyangkut modal usaha. Oleh karenanya redish yg tidak diikuti dengan peningkatan kemampuan usaha tani hanya akan menambah luas lahan tidur yang akan berdampak menurunnya kesejahteraan rakat dan penerimaan negara dari PBB dan pajak lainnya serta rusaknya lingkungan hidup.

Menyangkut kebijakan pengembangan perkebunan besar, sampai saat ini belum ada program untuk PBS dalam pemanfaatan kredit baik dari bank pemerintah maupun bank swasta dengan bunga rendah, karena dianggap resiko tinggi.

Pada tahun 1970-80 an pernah ada insentif perusahaan perkebunan yang melakukan investasi tanaman dari pemerintah melalui Dana Cees, sedangkan kepada petani pekebun ada bantuan dana dari pemerintah melalui Proyek Rehabilitasi dan Pengembangan Tanaman Ekspor/PRPTE, tapi tidak berlanjut sampai saat ini.

Selain itu saat ini usaha perkebunan diperberat dengan diberlakukannya lagi pengenaan PPN terhadap produk pertanian, yang mana hal ini sangat memberatkan pelaku usaha perkebunan terutama bagi para petani, sementara itu penanganan hukum terhadap maraknya penjarahan lahan HGU sangat gamang, apalagi kalau dibawa ke ranah politik, benar dan salah menjadi bias.

Dukungan penelitian dan pengembangan perkebunan, serta pelatihan sumberdaya manusia dari pemerintah baik untuk PBS naupun petani belum maksimal, selama ini Lembaga penelitian perkebunan harus mampu membiayai sendiri tanpa dukungan dari pemerintah, sehingga tidak fokus pada penelitian, padahal biaya penelitian cukup tinggi.

Seyogyanya pembiayaan penelitian perkebunan dibiayai dari APBN.

Pengembangan perkebunan besar telah diatur di dalam undang undang perkebunan sehingga tidak mungkin overlap dengan tanah masyarakat adat. Kalau lahan tersebut hutan negara yang dikelola Kementrian kehutanan, biasanya diberi pinjam saja dalam bentuk Hutan Tanam Industri.

Dalam hal ini diperlukan kesungguhan semua pihak terutama para pengusaha perkebunan dan aparat terkait untuk patuh melaksanakan undang undang tersebut.

Penurunan harga karet adalah sesuai dengan rumus supply dan demand. Pengurangan permintaan/ demand, akan mempengaruhi harga supply, saat ini permintaan ekspor turun dengan sendirinya harga jual turun. Oleh karenanya kebijakan pemerintah untuk menggunakan karet alam sendiri untuk produk industri dalam negeri yang memerlukan bahan baku karet seperti aspal dicampur karet alam (mulai dilaksanakan) , tukar guling impor produk industri dibayar dg karet alam misalnya beli pesawat bayar dg karet alam atau produk pertanian lainnya, nerupakan solusi cerdas

Memang benar turunnya harga karet dan naiknya harga kebutuhan hidup sangat memberatkan petani. NTP/ Nilai Tukar Petani nasional April 2020 sebesar 100,32% atau turun 1,73% dibanding NTP bulan sebelumnya.

Penurunan NTP dikarenakan Indeks Harga yang Diterima Petani turun sebesar 1,64%, sedangkan Indeks Harga yang Dibayar Petani naik sebesar 0,10 persen. Oleh karenanya diperlukan kesungguh- sungguhan pemerintah mengambil langkah strategis politik dan ekonomi bagaimana menaikan harga jual produk karet dan hasil pertanian lainnya di satu sisi dan menurunkan harga kebutuhan pokok masyarakat di sisi lain. Misalnya kita hanya mengimpor barang barang yang tidak dapat dihasilkan oleh dalam negeri saja.

Dalam hal ini perlu ada sinkronisasi dan soliditas yang tinggi antara Kementerian Pertanian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Perindustrian serta kementerian terkait lainnya

Langkah Kementerian Pertanian yang berupaya menaikan ekspor non migas dari sektor pertanian 3 kali lipat sekarang, adalah nerupakan langkah yang tepat, sejauh mana kesungguh- sungguhannya kita lihat saja implementasinya

Semoga Allaah memberikan ketabahan dan kekuatan kepada bangsa kita dalam menghadapi berbagai ujian dan musibah, segera Menghentikan gangguan wabah Covid 19 dan Memberikan kemudahan kepada kita semua dalam usaha mewujudkan masyarakat Indonesia yang Adil dalam Kemakmuran dan Makmur dalam Keadilan.

Sehingga Nawa Cita yang diharapkan oleh Bapak Presiden dapat terwujud atas ijin Allaah Subhaanahu wa ta’ala. Aamiin

Wassalamualaikum wrwb,
Bandung, 27 Mei 2020.
RHS.SLAMET BANGSADIKUSUMAH
Ketua Umum Gabungan Pengusaha Perkebunan Jabar Banten

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed