Bogor,– Sorotperadilan.com l Polemik rotasi-mutasi yang dilakukan Wali Kota Bogor, Bima Arya, terhadap para pejabat di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor beberapa lalu rupanya berbuntut panjang.
Komisi I DPRD Kota Bogor memanggil kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM), Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) serta Bagian Hukum dan HAM terkait kebijakan yang diambil dalam proses perombakan susunan pejabat Pemkot Bogor, Rabu (3/3).
Para legislator ingin mengetahui kebijakan terkait penilaian kinerja dan mekanisme penempatan tugas/ jabatan (Rotasi/Mutasi) Aparatur Sipil Negara (ASN) di lingkungan Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor lantaran belakangan jadi polemik mengenai dasar hukum yang digunakan.
Wakil Ketua DPRD Kota Bogor yang juga Koordinator Komisi I, Jenal Mutaqin, mengatakan, dari hasil rapat kerja dewan mengambil keputusan bahwa Komisi I akan mengirimkan surat kepada pimpinan DPRD bahwa telah ditemukan satu keputusan yang dirasa secara hukum ada celah yang terlewati. Yakni Peraturan Wali Kota (Perwali) kedaluwarsa yang dilampirkan kembali dalam Surat Keputusan (SK) rotasi-mutasi ASN Pemkot Bogor, beberapa hari lalu.
Menurutnya, kesalahan itu diakui Pemkot Bogor. ”Mereka mengakui kesalahan dan mungkin ada yang kurang koordinasi antara Baperjakat yang hari ini ada. Yang pasti faktanya perwali yang sudah direvisi (Perwali Nomor 17 Tahun 2019, red) masih dimasukkan lagi,” katanya.
Komisi I akan mengirimkan surat berkaitan surat syarat sertifikasi Pengadaan Barang/Jasa (PBJ) itu adalah mutlak untuk pejabat fungsional dan bukan untuk administrator. Yaitu Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan bukan Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).
”Jadi dalam rapat ini, tindak lanjutnya akan ke Banmus (Badan Musyawarah) DPRD, bersurat saja, untuk menyempurnakan produk hukum mereka. Atau DPRD menggunakan hak-hak yang diatur dalam peraturan perundang-undangan untuk mempertanyakan kebijakan yang strategis dan berdampak luas,” terangnya.
Dalam aturan Tata Tertib (Tatib), sambung dia, termasuk dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 18 Tahun 2018, ada Hak Interpelasi, Hak Angket dan Hak Menyatakan Pendapat. Sesuai korelasi dan substansi bisa digunakan dua, yakni Hak Interpelasi bertanya atau Hak Angket langsung.
”Pada judgement bahwa kami nggak setuju berbenturan dengan peraturan yang lebih tinggi. Itu pun diputuskan dalam rapat lanjutan keputusan DPRD, melalui Bamus,” paparnya.
Namun untuk menjaga sinergitas, ia berharap kalaupun hanya surat yang dikirim ke pemerintah daerah melalui wali kota dan jajaran di bawahnya itu merupakan pukulan keras dan peringatan bahwa dalam menerbitkan produk hukum harus komprehensif, dari sisi regulasi hukum dan prinsip serta menyesuaikan kondisi yang ada dalam jajaran Pemkot Bogor.
”Jadi, kritik yang disampaikan bukan subjektif, tapi konstruktif upaya kecerobohan dari sisi pembuatan produk hukum daerah yang diakui undang-undang,” bebernya.
Hal itu pun mendapat dukungan dari anggota Komisi I DPRD Kota Bogor, Atty Somaddikarya. Menurutnya, jika aturan yang ada tetap dipaksakan, maka Fraksi PDI Perjuangan akan menggunakan Hak Interpelasi atau Hak Angket untuk menyelesaikan persoalan ini. Ini harus segera diperbaiki, sebelum pihaknya menggunakan haknya sebagai anggota DPRD.
”Kasihan ke wali kota kalau cara kerjanya seperti ini. Coba pikirkan, wali kota kita ini akan maju ke Pilgub DKI. Kalau di sini saja, urusan yang seperti ini saja melukai, bagaimana jenjang karier wali kota ke depan? Kasihan dalam urusan ini dipojokkan,” tegas Atty.
”Tapi saya nggak tahu siapa oknum di dalamnya, menjebak atau terjebak? Dilibatkan atau terlibat dalam urusan konspirasi seperti ini,” ujarnya.
Di tempat yang sama, Kepala Bidang Formasi Data dan Kepangkatan BKPSDM Kota Bogor, Elyis Sontikasyah, menjelaskan, pihaknya mendatangi DPRD karena diminta ekspos jenjang karier proses rotasi-mutasi dan promosi yang diterapkan di Pemkot Bogor.
Dalam Perwali Nomor 17 Tahun 2019, ada perubahan pada SK Kepegawaian komprehensif. Tidak hanya pengangkatan, pensiun dan lainnya, dalam perwali itu juga ada klausul akan memperbaiki kekeliruan bila terjadi kekurangan.
”Produk hukum konsideran sesuai UU Nomor 12 Tahun 2011 sebagai dasar, itu yang paling penting, yang mengamanatkan langsung sebagaimana diatur dalam UU ASN bahwa pengangkatan jabatan struktural ditetapkan PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) wali kota sebagai pejabat pembina kepegawaian daerah. Jadi jabatan tidak ada yang keliru, tidak ada yang salah. Sebagaimana telah diubah beberapa kali, kini ada aturan Perwali Nomor 10 Tahun 2021 tentang perubahan ketiga atas Perwali Nomor 17 Tahun 2019,” tandasnya. (***).











Comment