Bogor,–Sorotperadilan.com l Jauh hari Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah meminta Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy untuk mengevaluasi Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) dengan sistem zonasi tahun 2019.
Menurut Jokowi, dalam pelaksanaannya, kebijakan bisa berbeda dengan penerapannya di lapangan.
“Dalam arti beliau ‘setengah hati’ atas kebijakan PPDB dengan sistem zonasi tahun 2019 bermasalah dan mengalami banyak kendala. Pertanyaannya sejak Mendikbud berganti menjadi Nadiem Makarim mengapa tidak dicabut PPDB ini?”, Demikian Arief P.Suwendi, Kornas Aliansi Wartawan Non-Mainstream Indonesia (Alwanmi) saat diminta tanggapan atas hal ini melalui seluler (Sabtu, 11/7).
Ditambahkan Arief, disatu sisi dia sependapat dengan Indra Charismiadji, salah satu pakar Pendidikan Nasional yang pernah didaulat Alumni Kongres Relawan Jokowi 2013 (AkarJokowi) November 2019 sebagai Cawamendikbud ini bahwa Sistem zonasi dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) adalah salah satu cara untuk menghilangkan kastanisasi dalam dunia pendidikan. Jika sistem ini terus diberlakukan, maka nantinya tidak ada sekolah negeri favorit yang menjadi rebutan masyarakat.
Lebih dari itu zonasi juga akan memberikan akses lebih besar bagi siswa dari keluarga miskin untuk bisa menikmati pendidikan milik pemerintah. Sebab selama ini, sekolah negeri yang notabene dibangun dan dibiayai oleh negara, justeru banyak dinikmati oleh anak-anak orang menengah keatas.
Maka sistem zonasi dalam PPDB harus konsisten terkait lokasi tinggal siswa. Alat seleksinya tidak lagi murni hasil UN sehingga anak-anak miskin bisa lebih banyak mengakses sekolah negeri.
Selain itu kata Arief, pemaparan Indra lebih rasional apalagi PPDB zonasi sebenarnya mampu meningkatkan Angka Partisipasi Murni (APM) atau proporsi anak yang masih bersekolah pada kelompok umur tersebut. APM
akan meningkat
karena selama ini yang menikmati sekolah gratis itu anak-anak dari keluarga kaya karena syarat masuk menggunakan nilai Ujian Nasional (UN). Ironisnya lagi selama ini APM hanya meningkat tidak lebih dari 1% meskipun sudah ada Kartu Indonesia Pintar (KIP).
Bahkan jika PPDB zonasi tersebut ‘dilakukan dengan benar’ dan terus berlanjut maka dapat menciptakan pemerataan pendidikan,titik !
APA YANG TERJADI DI BOGOR?
Kehendak, harapan dan mimpi Presiden Jokowi dan Indra Charismiadji tidak semua benar, tidak juga semua salah.
Namun kami menemui banyak realita yang berbeda atas itu semua, Proses daftar masuk sekolah tahun ini sangat sulit banyak orangtua di Kota Bogor merasa terbebani oleh kebijakan pemerintah melalui jalur zonasi itu. Beberapa warga yang rumahnya tidak masuk zonasi kesekolah SMA negeri tidak diterima hanya karna jarak rumah kesekolah 1.433,997 meter dari yang ditentukan yaitu 1.196,433 meter artinya anak yang ingin melanjutkan pendidikannya ke SMA negeri milik pemerintah tidak akan dapat melanjutkan dikarnakan jarak rumahnya tidak sesuai dengan yang ditentukan dan begitu juga dengan biaya masuk sekolah swasta yang lumayan cukup mahal
Contohnya seperti Wilayah kelurahan Kedunghalang kecamatan Bogor Utara, kota Bogor.
Disana, ada pilihan sekolah negeri yaitu SMA N 2 kota Bogor dan SMA N 8 kota Bogor yang jarak rumah kesekolah tersebut tidak memenuhi syarat zonasi dan artinya anak anak yang tinggal di wilayah kelurahan Kedunghalang kecamatan Bogor Utara atau lebih tepatnya warga sekitar jalan Pesantren tidak akan dapat menempuh atau melanjutkan pendidikannya di sekolah negeri (sekolah milik pemerintah)
Adapun syarat untuk masuk sekolah negeri yaitu dengan dua tahap, dan tahap pertama melalui jalur prestasi, rapot, perpindahan guru. Tahap kedua, jalur zonasi dan Anak Berkebutuhan khusus (ABK).
LH (disamarkan)
Yang merupakan salah satu warga kota Bogor yang tinggal di jalan Pesantren Itu adalah salah satu ‘korban’nya, dia adalah IBU dari seorang siswa yang mengeluhkan akan proses pendaftaran jalur melalui jalur rapot dengan nilai rata rata 8 akan tetapi tidak diterima, ditahap dua anaknya mendaftar melalui jalur zonasi tetap tidak diterima karna jarak lebih 237,564 dari jarak yang ditentukan artinya anak yang tinggal di kelurahan Kedunghalang tahun ini yang ingin melanjutkan pendidikannya ke sekolah SMA negeri tidak ada satupun yang diterima melalui jalur zonasi dan tidak dapat melanjutkan sekolahnya kalau orangtuanya tidak memiliki biaya mendaftar kesekolah swasta.
Yang jadi pertanyaan adalah:
Apakah kuota jalur prestasi murni terisi prestasi?
Apakah kuota jalur rapot murni terisi karna nilai rapot?
Apakah kuota jalur perpindahan guru semua murni terisi karna guru benar benar pindah?
Apakah kuota jalur zonasi juga murni karna jarak rumah siswa memang dekat dengan sekolah?
Apakah sekarang sekolah negeri tidak memikirkan mencerdaskan anak bangsa?
Kami pun meminta tanggapan dari Ahmad wakil kepala sekolah SMA N 8 kota bogor bidang kesiswaan, dalam kesibukannya beliau mengatakan bahwa jalur zonasi ini tidak menjamin siswa itu tidak akan terlambat masuk sekolah dan tidak menjamin siswa itu tidak bandel dan jalur zonasi ini perlu dikaji ulang.
Presiden Jokowi, instruksikan segera agar Menteri Nadiem mencabut PPDB, ASAP – As Soon As Possible, Lebih cepat lebih baik, nuhun ! (Wan/Rahma/Foto.ist)
Comment