Depok,– Sorot Peradilan //
Proses Seleksi Penerimaan Murid Baru (SPMB) Kota Depok Tahun Ajaran 2025/2026 kembali menuai protes. Keluhan utama orang tua adalah ketidaktransparanan sistem, di mana mereka tidak bisa melihat detail nilai, jarak rumah ke sekolah, atau data peserta lain. (9/06/2025).
Sistem Tertutup, Potensi Pelanggaran Hukum
Situs resmi SPMB Depok hanya menampilkan informasi minimalis:
– Nomor pendaftaran
– Sekolah tujuan
– Status (diterima/tidak diterima)
– Nilai akhir (tanpa rincian perhitungan)
Muhammad Riyad, Pakar Hukum dari MR & Associates Law Firm, menegaskan bahwa praktik ini berpotensi melanggar hukum:
“Ketidakjelasan sistem bertentangan dengan Pasal 28D UUD 1945 tentang hak atas kepastian hukum yang adil dan UU Keterbukaan Informasi Publik. Masyarakat berhak mengetahui alasan penerimaan atau penolakan secara rinci.”
Melalui pesan singkat WhatsApp Senin, (09/05/2025), kemarin, Kepada Wartawan.
Yati (58) Tahun, orang tua peserta, protes karena anaknya gagal masuk meski nilainya bagus:
“Anak saya belum dapat SKL dari sekolah asal, karena baru akan di keluarkan oleh pihak sekolah tanggal 15 Juni, tapi temannya yang lulus bersamaan justru diterima. Ini tidak adil!”
Riyad menyoroti kejanggalan ini:
“Jika ada perbedaan perlakuan tanpa dasar jelas, ini bisa masuk kategori diskriminasi dan melanggar prinsip nondiskriminasi dalam UU Sisdiknas.”
Persyaratan KK barcode terdaftar sebelum Juli 2024 dinilai memberatkan warga baru. Riyad menjelaskan:
“Aturan ini berpotensi bertentangan dengan Pasal 31 UUD 1945 tentang hak pendidikan. Pemerintah harus memastikan tidak ada warga yang dirugikan hanya karena administrasi.”
Banyak orang tua menuding ada praktik tidak sehat dalam seleksi. Riyad menyarankan:
“Disdik harus membuka seluruh data perhitungan nilai dan jarak. Jika tidak, masyarakat bisa melapor ke Ombudsman atau mengajukan gugatan administratif.”
Hingga berita ini turun, Disdik Depok belum memberi penjelasan. Riyad mengingatkan:
“Dinas Pendidikan wajib merespons keluhan masyarakat secara cepat. Jika dibiarkan, ini bisa menjadi preseden buruk untuk tata kelola pendidikan yang akuntabel.”
Pewarta : Denny.
Comment