Depok, – Sorot Peradilan //
Keluarga Kapten Infanteri Purnawirawan E memutuskan untuk tidak melanjutkan upaya protes terhadap penolakan penerimaan putra mereka SB, sebagai murid baru di SMAN 8 Depok. Keputusan ini diambil setelah SB diterima di sebuah sekolah swasta dan telah memulai proses belajar. (17/07/2025).
Dalam konfirmasi kepada media, pihak keluarga menyampaikan bahwa mereka tidak ingin memperpanjang proses protes karena SB sudah harus memulai sekolah.
“Mohon izin tidak usah dilanjutkan,. Anak saya sudah daftar di sekolah swasta, besok sudah mulai sekolah. Terima kasih sudah berusaha membantu, meskipun Gubernur Jawa Barat memberikan kebijakan per kelas 50 siswa, tapi nyatanya tidak bisa juga karena sistem atau aturan. Daripada nanti tidak bisa sekolah dan nganggur, lebih baik kami ambil keputusan ini,” jelas keluarga SB melalui pesan singkat WhatsApp (17/07/2025).
Mereka juga mengapresiasi upaya berbagai pihak yang telah berusaha membantu, namun menyayangkan ketidakjelasan aturan yang menyebabkan SB tidak diterima di SMAN 8 Depok.
Sebelumnya, Kepala SMAN 8 Depok, Agus Suparman, melalui pesan WhatsApp, (12/06/2025), membantah adanya diskriminasi terhadap anak prajurit. Ia menyatakan bahwa sekolah telah menjalin kerja sama dengan Kostrad dan memiliki perwakilan komite sekolah dari lingkungan militer.
“Kami sangat apresiatif kepada masyarakat, terutama anak prajurit. Bahkan, Komite kami dari Kostrad,” kata Agus.
Namun, Agus mempertanyakan status SB sebagai anak prajurit aktif yang masih tinggal di asrama. “Data kami menunjukkan bahwa anak tersebut adalah putra purnawirawan dan sudah tinggal di luar asrama,” jelasnya.
Investigasi lebih lanjut menemukan surat resmi dari Detasemen Markas Divisi Infanteri 1 Kostrad (No. R/114 MI/2025), yang menyatakan bahwa SB adalah anak purnawirawan yang masih berdomisili di Asrama dan memohon dispensasi penerimaan murid baru.
Media juga mencoba mengonfirmasi kasus ini kepada Letnan Satu Kuspriyanto, ketua komite sekolah SMAN 8 Depok yang juga berasal dari Kostrad. Namun, hingga berita ini diturunkan, tidak ada tanggapan.
NASKAN SHI., MH. kembali menegaskan bahwa kasus ini menunjukkan potensi maladministrasi dalam Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB).
“Jika ada surat resmi dari institusi militer, seharusnya sekolah melakukan verifikasi lebih lanjut sebelum mengambil keputusan. Penolakan tanpa alasan yang jelas dapat dianggap sebagai pelanggaran prinsip keadilan dalam pendidikan,” tegasnya.
Meskipun SB telah memulai pendidikannya di sekolah swasta, kasus ini tetap memicu pertanyaan tentang transparansi dan keadilan dalam sistem SPMB di SMAN 8 Depok. Masyarakat mendesak Dinas Pendidikan dan Ombudsman untuk meninjau ulang kebijakan sekolah tersebut agar kejadian serupa tidak terulang.
(Red)
Comment