by

Jabodetabekpunjur Dikelola Lembaga Khusus, Bima Arya Minta Perkuat Tiga Aspek Ini

Bogor,–Sorotperadilan.com l Wali Kota Bogor Bima Arya menghadiri Rapat Koordinasi Rencana Tata Ruang dan Kawasan Perkotaan Jabodetabekpunjur (Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang, Bekasi, Puncak, dan Cianjur) di Hotel Pullman Vimala Hills, Bogor, Senin (27/7/2020).

Dalam rakor yang  digelar Kementerian Agraria dan Tata Ruang atau Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN) tersebut tampak hadir Menteri ATR / Kepala BPN Sofyan Djalil, Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil, Kepala Badan Pengelola Transportasi Jabodetabek (BPTJ) Polana Banguningsih Pramesti dan sejumlah kepala daerah se-Jabodetabekpunjur atau yang mewakili.

Sofyan Djalil menyebut, rakor tersebut menitikberatkan kepada sosialisasi Perpres Nomor 60/ 2020 dan penyelesaian isu strategis Jabodetabekpunjur. Karena, menurutnya, kawasan ini masih memiliki berbagai permasalahan, diantaranya isu banjir dan longsor; sampah dan sanitasi; ketersediaan air bersih; kawasan kumuh dan bangunan ilegal; serta kemacetan, yang menjadi hambatan bagi realisasi potensi pengembangan sosial dan ekonomi masyarakat di kawasan Jabodetabekpunjur.

“Penanganan permasalahan tersebut membutuhkan terobosan dari sisi pengembangan kawasan yang terpadu. Penerbitan Perpres Nomor 60 Tahun 2020 ini bertujuan untuk menyediakan ruang bagi pengembangan ekonomi dan pusat aktivitas metropolitan dengan pertimbangan aspek keberlanjutan lingkungan. Perpres ini juga mengamanatkan pembentukan Kelembagaan Koordinasi Pengelolaan Kawasan Jabodetabekpunjur untuk memperkuat koordinasi pengembangan dan pengelolaan kawasan serta mengakselerasi debottlenecking,” ungkap Sofyan.

Dalam struktur organisasinya, Menteri ATR/ Kepala BPN akan ditunjuk sebagai ketua dan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN) / Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) sebagai wakil. Terdapat pula 3 (tiga) gubernur yang berperan sebagai Penanggung Jawab Wilayah, yaitu Gubernur DKI Jakarta, Gubernur Banten, dan Gubernur Jawa Barat. Selain itu, Kelembagaan Koordinasi ini akan dilengkapi dengan Project Management Office (PMO).

“Permasalahan di Kawasan Jabodetabekpunjur membutuhkan kerja sama yang bersifat inter-regional dan melibatkan seluruh pemangku kepentingan terkait, baik di pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Pendekatan HITS (holistik, integratif, tematik, dan spasial) akan diterapkan dalam melihat akar permasalahan dan menciptakan solusi,” terangnya.

Dalam forum tersebut, Bima Arya juga menyampaikan bahwa ada dua isu besar yang ada di Jabodetabekpunjur, yakni lingkungan hidup dan transportasi. “Namun, dari tahun ke tahun persoalan dalam menghadapi isu tersebut adalah koordinasi, kewenangan dan keuangan. Isu besar tadi selalu dihadapkan pada tiga realita tersebut. Selalu ada masalah dengan hal koordinasi, selalu ada overlapping dalam hal kewenangan, dan selalu curhat terkait dengan keuangan atau anggaran. Apapun persoalannya,” ujar Bima.

Bima berharap, kelembagaan yang dibentuk ini bukan sekedar untuk memperbaiki komunikasi atau koordinasi saja tetapi perlu dikuatkan dalam aspek kewenangan dan keuangan. “Inisiatif dari Ibu Ade (Bupati Bogor) itu bagus sekali, ada Borderline Economic Summit. Kita berkumpul, share, persoalannya apa. Tetapi itu tidak cukup karena ada persoalan lain, selain koordinasi tadi. Kalau pun kita aktif berkomunikasi dan berkoordinasi, tapi kewenangan dan keuangan itu terlalu struktural,” jelasnya.

“Untuk itu Jabodetabek ini solusinya harus struktural juga, yaitu membentuk Kementerian Khusus Jabodetabek. Saya menggaris bawahi yang disampaikan Pak Gubernur tadi bahwa tidak bisa adhoc, soal Citarum misalnya tidak bisa adhoc dan ini pun tidak bisa adhoc. Pak Gubernur Jabar dengan Gubernur Jakarta sangat baik komunikasinya, meminggirkan persoalan politik, berbicara bagaimana memperbaiki koordinasi dalam hal covid. Tapi ternyata itu tidak cukup, perlu dukungan aspek kewenangan dan keuangan atau anggarannya juga,” tambah Bima..

Bima berharap ada akselerasi daya dukung dalam persoalan transportasi dan Lingkungan Hidup di Jabodetabek ini. “Kita ingin ada akselerasi. Kita tidak yakin akselerasi itu terjadi ketika semuanya dikerjakan adhoc. Kita melihat struktur yang disampaikan Pak Menteri sangat kompleks. Apakah setiap dimensi itu bisa diselesaikan dengan taktis, seperti Pak Gubernur sampaikan tadi full time nine to five. Karena persoalannya itu fulltime semua,” tandasnya.

Sementara itu, Ridwan Kamil menyebut pembentukan lembaga dalam badan koordinasi kawasan Jabodetabekpunjur ini menjadi penting untuk mengisi kekosongan manajemen pembangunan pada saat ada aspek-aspek lintas wilayah yang tidak bisa diselesaikan oleh salah satu pihak.

“Jabodetabekpunjur ini harus dikelola oleh kelembagaan yang sifatnya bukan lagi seperti forum silaturahmi dan komunikasi saja, tapi sifatnya harus ada yang berinisiatif. Perlu ada tiga lembaga tambahan yang perlu dimasukkan dalam lembaga ini. Pertama, TNI/Polri, kemudian Kementerian LHK karena saya belum lihat ada lembaga ini karena ini terkait juga dengan isu lingkungan, dan BNPB terkait dengan kebencanaan,” ujar Emil, sapaan akrab Ridwan Kamil.

“Kemudian untuk pelaksana, usulan kami full time oleh individu yang tidak memiliki jabatan tertentu sebagai ketua harian dari orang profesional. Ini bisa menjadi PMO yang bisa kita support. Menurut saya posisi individu non-jabatan atau tidak rangkap ini sangat penting,” tambahnya. (Rifani)

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

News Feed